Pewarnaid-Jakarta-Kondisi Papua kembali memanas pasca tertembaknya Brigjen TNI Putu IGP Dani NK di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak. Dengan peristiwa tersebut pihak pemerintah melalui menkopolhukam Mahfud MD menetapkan kelompok KKB sebagai teroris. Kemudian tindakan yang diambil pemerintah dengan mengirimkan pasukan ke Papua.
Menyikapi kondisi tersebut Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) menggelar jumpa dengan berbagai pihak seperti waktu yang lalu dengan dewan pembina Yayasan IJ Kasimo, Dr Roy Rening yang juga seorang lawyer sinior pembela hukuman mati Tibo Cs, hari ini berjumpa kembali dengan Pdt Dr Ronny Mandang Ketua Umum Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia di depan awak media Selasa 4/5/21 di sebuah resto bilangan Cikini Jakarta Pusat, menegaskan ada tiga hal sebagai masukan pemerintah.
Pertama, mendesak Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo untuk segera menarik seluruh pasukan non organic dari Papua, lanjutnyanya bahwa sudah terbukti selama ini dengan hadirnya pasukan non organic ke Papua belum bisa menyelesaikan akar masalah di Papua. Belum lagi Papua bukan termasuk wilayah darurat militer, artinya pihak TNI dan Kepolisian yang ada di Papua sudah cukup untuk menjaga keamanan di sana.
Ke dua presiden Joko Widodo sebaiknya bersedia membuka dialog kepada pimpinan gereja di Papua. Dalam hal ini PGLII mengusulkan dan sekaligus bersedia menjadi penghubung dalam dialog antara Presiden dengan pimpinan gereja di Papua. Lanjut Ronny dalam dialog ini bersifat mendengar langsung aspirasi dari tokoh-tokoh gereja di Papua khususnya dari Persekutuan Gereja-gereja Papua dan gereja anggota PGLII.
Terakhir terang Ronny mereka yang saat ini disebut KKB ini lebih suka kalau disebut dirinya adalah OPM bukan KKB yang selama ini di stempelkan ke mereka. Kalau usulan kenapa tokoh gereja yang mewakili dalam dialog pertama bahwa orang Papua mayoritas Kristen dan mereka sangat hormat kepada pendeta. Hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan tersendiri, pendekataan melalui gereja.
Tentang adanya stigma Papua merdeka perku dijawab dengan pendekatan khas Papua, tak perlu ada kekuatiran berlebihan karena gereja-gereja di Papua mayoritas masih memakai nama Indonesia, bagi PGLII sikapnya jelas, yakni mendorong terciptanya damai di Papua, hentikan berbagai kekerasan, hingga saat ini tak ada sedikitpun PGLII memikirkan Papua merdeka, kalaupun bersuara tentang Papua semata dikarenakan adanya tindakan yang dianggap tidak adil dan melanggar sila kelima Pancasila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” juga bagi masyarakat asli Papua, masih sangat jauh di Papua.
Sekali lagi Ronny berharap persoalan Papua bisa dilakukan dengan berdialog dengan hati jernih dan dalam terang Injil, agar memutus rantai kekerasan yang terjadi di pulau di ujung timur ini, tukasnya berharap. YM