Jakarta pewarnaid Rencana dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyelenggarakan ajang Formula E yang sudah dirancangkan sejak 2019 sebelum Pandemi. Setelah terungkap dalam Ingub No 49/2021, bahwa balapan Formula E harus terselenggara Juni 2022, sejumlah anggota DPRD DKI mengumpulkan dukungan mengajukan hak interpelasi.
Tepatnya Kamis, (26/08/2021) sebanyak 33 angota Dewan DPRD DKI Jakarta mengajukan hak Interpelasi untuk mempertanyakan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengenai penyelenggaraan Formula E.
Melihat fenomena tersebut, banyak pihak yang bereaksi dan mengkritisi keputusan Gubernur dan bagaimana kesungguhan anggota Dewan DPRD DKI Jakarta mengeluarkan Hak Interpelasi.
Masyarakat membutuhkan kejelasan mengenai aliran dana yang dipakai untuk proyek Formula E, yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan rakyat ditengah pandemi yang masih berlanjut. Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia atau PEWARNA Indonesia mengkritisi akan kebijakan Gubernur dan langkah DPRD DKI Jakarta untuk mengambil Hak Interpelasi dengan mengadakan acara Webinar.
Tajuk yang diangkat adalah “Bijakah Penyelenggara Formula E Untuk Masyarakat Jakarta?”. Acara diselenggarakan pada hari Jumat (27/08/2021), pukul 16.00-18.00 wib. Hadir sebagai narasumber : Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Wa Ode Herlina. S. I. KOM., Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Syarif M, SI., Pengamat Politik dan Sosial Ferdinand Hutahean dengan turut mengundang Praktisi Hukum Jahmada Girsang, SH., MH., C.L.A. dan Ketua Majelis Umat Kristen Indonesia atau MUKI Djasarmen Purba, SH. Acara dipandu oleh Raja Raya Saragih (Jurnalis PEWARNA DKI Jakarta).
Diawal acara, Host oleh Raja Raya Saragih membacakan kronologis bagaimana keadaan terkini Formula E yang proyek tertunda akibat pandemic, namun aliran dana terus dikeluarkan untuk proyek Formula E. Kemudian Host memberikan kesempatan para narasumber memaparkan penjelasannya.
Wa Ode Herlina menjelaskan Hak interpelasi merupakan hak untuk bertanya kepada pemerintah. “Saya mempertanyakan dana dari anggaran Pemptov DKI yang dikeluarkan untuk Formula E. Dana tersebut seharusnya dipakai hal yang lebih penting lagi, dimana butuh biaya untuk dimasa pandemi. Disisi seperti ini, malah kita membuang biaya untuk lomba mobil formula E yang akan digelar tahun depan. Dana ini seharusnya untuk rakyat, “ pungkasnya.
Wa Ode juga menjelaskan bahwa adanya kerusakan lingkungan yang terjadi, yaitu penebangan pohon di wilayah sekitar monas yang juga merupakan wilayah cagar budaya dari DKI Jakarta. “Hal mengenai kerusakan pohon-pohon yang ditebang di wilayah sektar monas sudah menimbulkan kerugian. Bisa menjadi salah satu bahan untuk point interpelasi kepada Gubernur Anies,“ tandasnya.
Wa Ode mempertanyakan dimana kajian untuk laporan keuangan yang sudah dijalankan Pemrpov DKI selama ini dalam proyek Formula E. Dirinya juga masih terus mengajak anggota dewan supaya setuju mengenai pengajuan Hak Interpelasi.“ Kami membutuhkan kawan-kawan dewan mendukung kami yang 33 orang untuk mengajukan Hak Interpelasi kepada Gubernur Anies Baswedan.
“Kita baru mengajukan hak intepelasi. Kita sampai sekarang gak tau MOU nya mana, bukti transfernya mana, sampai sekarang datanya tidak ada kami terima. Dan Juga menjadi perhatian kami, karena Monas cagar budaya, bagaimana nasib pohon-pohon yang sudah ditebang untuk sirkuit,” ujar Wa Ode Herlina.
Ferdinand Hutahaean mengkritisi akan penyelenggaraan Formula E ini menjadi polemik untuk DKI Jakarta. “Menurut saya ada kepentingan politik dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sampai sekarang masyarakat tidak jelas mengenai penandatangan MOU dalam proyek Formula E. Dalam cuitan saya di media sosial, perlu diperjelas proyek Formula E ini. Untuk 2019-2020 harus pihak Pemprov DKI harus membayar 20 juta pound dan sudah dibayar kepada pihak penyelenggara, 2020-2021 harus membayar 22 juta pound, sampai tahun 2024 nanti harus membayar pemprov 29 juta pound.
Seorang Gubernur menurut peraturan daerah tidak boleh membuat anggaran diluar masa jabatan. Adanya temuan dari BPK, bahwa bank garansi sudah ditarik uangnya 423 milyar rupiah. Sangat penting adanya hak interpelasi, “ ujar Ferdinand.
Ferdinand juga mengatakan bahwa masalah MOU antara pemkot DKI dan penyelenggara tidak jelas, karena untuk tahun 2020-2021 baru dibayarkan setengahnya (11 juta pound). Harusnya Anies mencari Sponsor, bukan mempergunakan dana APBD sepenuhnya. Menjadi pertanyaan saya, tahun 2022 Anies mau memakai dana dari mana untuk penyelenggara Formula E. Seperti ada ulur waktu.
Ada kerugian keuangan negara. Banyak sekali potensi-potensi pelanggaran hukum. Saya juga menemukan ada beberapa pihak menjadi makelar dari semuanya ini. Saya pertanyakan uang untuk Formula E itu di transfer ke pihak penyelenggara atau pihak makelar,” katanya.
Jahmada Girsang sebagai praktisi Hukum melihat dari sisi hukum. Legal Standing dari Formula E ini belum ada kejelasan dan transparan. “Menurut pendapat saya dalam dasar hukum, Legal Standing ini masih gelap dan nihil. Karena carut marutnya kasusnya, masih dalam kasus patut diduga. Disini KPK akan bertindak. Namun kita harus tahu bentuk perjanjiannya seperti apa, Sudah ada komitmen fee, berarti perjanjian itu benar-penar ada, maka ada perjanjian . Maka terjadi wanprestasi. BPK sudah mengeluarkan notifikasi mengenai hal tersebut sejauh ini. KUHP 1320 akan menjerat Anies. Dari sisi hukum saya katakan bagaimana legal standing awal dari perjanjian,” ujarnya memaparkan dari sudut padang hukum.
Jahmada juga menjelaskan bahwa lembaga yang dapat bekerja seperti BPK, Kepolisian dan Masyarakat bisa mengkritisi dan melaporkan kejanggalan dari proyek penyelenggaraan Formula E. “Tidak ada yang mengkoordinasi penduduk DKI Jakarta mengenai masalah ini. Saya usulkan, selain kita menunggu hak interpelasi dari DPRD, masyarakat juga bisa melaporakan kepihak berwajib jika terjadi kejanggalan,“ sarannya kepada semua pihak.
Djasarmen Purba sebagai Ketua MUKI menjelaskan bahwa berangkat dari hak Interpelasi dari 33 orang anggota dewan DPRD DKI Jakarta. Hak Interpelasi adalah hak Anggota DPRD kepada pemimpin daerah. Kalau ada hak Interpelasi, harus dipergunakan. Djasarmen juga menjelaskan bahwa Monas adalah cagar budaya dan sekelilingnya tumbuh pohon-pohon.
“Monas merupakan cagar budaya yang harus dilindungi. Tapi kenyataannya sekarang banyak di potong habis. Kami mengharapkan harus hak interpelasi kepada Gubernur DKI Jakarta dikeluarkan. Saya agak khawatir kalau hak interpelasi bisa gagal. Kehadiran untuk memutuskan hak interpelasi harus memenuhi kuota 50 +1 anggota yang hadir saat hak interpelasi tersebut dikeluarkan. Harapan kami, hadapi hak interpeklasi. Rakyat sekarang belum begitu banyak mengarahkan perhatiaannya kepada persoalan Formula E. Pihak luat negeri banyak yang membatalkan Formula E, bahkan dari tim yang ikut Formula E, karena sudah memprediksi adanya kerugian,” jelasnya.
Setelah pemaparan dari para narasumber, acara dilanjutklan dengan tanya jawab. Diharapkan dengan acara Webinar ini, bisa membuka wawasan publik, khususnya warga DKI Jakarta untuk mengkritisi mengenai penyelenggaraan Ajang Formula E yang sudah mengeluarkan begitu banyak dana yang seharusnya dana tersbut bisa dipergunakan dalam penanggulangan Pandemi di DKI Jakarta ( ).