Pewarna Gelar webinar Kesejahteraan Papua dalam Kerangka Otsus

March 30, 2021by admin0
papua

Pewarnaid-Jakarta-Menyikapi hal tersebut, Pewarna Indonesia, kembali menghadirkan webinar lanjutan dengan tema “Kesejahteraan Papua Dalam Kerangka Otsus” pada Jumat (26/03/2021). Adapun narasumber yang hadir diantaranya; Budi Arie Setiadi, Wakil Menteri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia, Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si., Tenagah Ahli Utama KSP, Dr. Ir. Anton Tarigan, MBA, Pemerhati Pembangunan Sosial Kemasyarakatan Papua, dan Mamberob Yosephus Rumakiek S.Si., M.Kesos, Anggota DPD RI dari Provinsi Papua Barat.

Dalam webinar ini, hadir juga para penanggap, yaitu Dr. Herry Saragih, Sekjend Senkrisindo dan Dwi Urip Premono, Penulis Buku Papua dan  Direktur Pusat Kajian dan Pelatihan Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya. Moderator webinar adalah Ashiong P. Munthe, Litbang Pengurus Pusat Pewarna Indonesia.

Dalam paparanya, Budi Arie Setiadi menjelsakan bahwa dana Otsus yang kini terbagi menurut Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur meningkat sepanjang tahun. Dana 2020 hampir 2 kali lipat dari tahun 2013. Peningkatan lebih tinggi pada dana tambahan infrastruktur. Peningkatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik lebih tinggi daripada DAK Non Fisik.

Budi menyampaikan bahwa perhatian pemerintah pusat terhadap Papua sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan melalui tingginya dana transfer ke Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Peningkatan terbesar ada pada dana Desa yang mencakup 10% dari keseluruhan dana transfer ke Papua, bahkan 81% dari dana Otsus.

Untuk menyelenggarakan pembangunan di Pulau Papua tidak mudah, menurut Anton Tarigan, karena keragaman suku, budaya dan wilayah. Orang luar Pulau Papua, mungkin melihat bahwa semua Papua sama saja, padahal tidak demikian. Untuk pembagian wilayah saja, perlu dilakukan berdasarkan pembagian budaya. Dengan demikian, untuk melihat pembangunan di Papua, harus ada di Pulau Papua, tanpa terlibat di dalam pembanguan Papua, maka akan sulit melihatnya.

Mandat dari UU Otsus, menurut Anton, yang paling inti adalah Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi. Ini menjadi indikator awal untuk menilia, apakah Otsus sudah berjalan dengan baik atau tidak? Kemudian, Apakah sudah ada evaluasi yang dilakukan secara comprehensive? Sehingga ada basis data yang bisa dipakai dalam membuat keputusan-keputusan terkait Otsus.

Lebih lanjut, Anton juga mempertanyakan terkait dalam mengambil keputusan oleh pemeritah. Apakah dalam mengambil keputusan, sudah dilakukan secara komprehensif dengan sedemikian rupa? Proses pengambilan keputusan bisa melalui bottom-up dan bisa secara top down atau dilakukan dengan kedua-duanya.

Dalam mengambil keputusan, menurut Anton, harus melibatkan dari semua pihak, misalnya gereja, pemuda, tokoh perempuan yang memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan di Pulau Papua. Dengan demikian keputusan tidak prematur dan bisa sesuai dengan kebuthan masyarakat.

Jika dana Otsus tidak ada, bagaimana Pemprov memenuhi anggaran Pembangunan? Lanjut Anton, mempertanyakan. Wilayah Pulau Papua itu luas sekali, sehingga biaya pembangunannya berbiaya tinggi. Untuk mengelola biaya pembanguna bisa mencapai 2 samapi 3 kali lipat jika dibandingka di wilayah Indonesia Barat. Untuk biaya transportasi sangat tingga, karena beberapa wilayah harus dijangkau dengan transportasi udara.

Lebih lanjut disampaikan bahwa Papua masih membutuhkan pembangunan yang massive di hampir semua bidang. Hingga saat ini Dana Otsus berkontribusi lebih dari 50% bagi APBD Provinsi.

Anton menyodorkan dua pertanyaan, yaitu jikalau setuju dengan Otsus, maka bagaimana mengelola dana Otsus dengan lebih baik, sehingga menjawab persoalan utama yang dibutuhkan orang Papua? Jikalau tidak setuju dengan Otsus, bagaimana memenuhi anggaran pembangunan, tanpa mengorbankan prioritas pembangunan? Tidak bisa dipungkiri bahwa kontribusi dana Otsus sangat besar untuk Pulau Papua, kata Anton.

Mamberob Yosephus Rumakiek, Anggota DPD RI dari Papua Barat, menyampaikan bahwa sering dalam diskusi-diskusi atau rapat, bahkan dalam rapat pemerintah, sering melupakan Papua Barat, yang selalu sering disebut adalah Papua. Padahal Pulau Papua ada dua provinsi, yaitu Papua dan Papua Barat.

Mamberob menjelaskan, bahwa tidak banyak kewenangan yang diberikan kepada DPD untuk mengawasi dana Otsus di Papua maupun Papua Barat, karena terkait dana Otsus, disendirikan di dalam undang-undang yang ada lainya.

Perlu ada sinergi, kata Mamberob, antara lembaga negara, baik pemerintahan daerah dengan pemerintahan pusat dalam menjalankan dan mendukun pemabnguan di Papua melalui Otsus. Perlu ada transparansi anggaran pembangunan di Papua, karena dana pembangunan bukan hanya dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia. Masih ada dari lembaga kementerian lainnya terkait dana Otsus, misalnya dana Otsus dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan untuk membangun Papua.

Kadang-kadang Pemerintah Papua dan Papua Barat, terbentur dengan kewenangan Undang-Undang, papar Mamberob. Saat melaksanakan tugas amanat Undang-undang Otsus, namun ada kewenangan lain yang bisa menabrak kewenangan Undang-undang Otsus. Dengan demikian, kepala daerah memiliki kewenangan yang terbatas tidak bisa menjangkau seluruh amanat yang ada di dalam UU Otsus. Saat pemerintah daerah mau menerapkan UU Otsus, pemerintah pusat, misalnya bisa menggunakan UU Pemda untuk mengesampingkan UU Otsus. Mamberob mengatakan, “kita heran, mengapa UU Khusus bisa digeser oleh UU lain?”.

Mamberob menyampaikan bahwa pembagian 7 wilayah ada di Papua tidak terjadi. Masih ada protes dari masyarakat adat. Lembaga dan masyarakat Adat masih di abaikan. Padahal Papua mempunyai ciri yang berbeda di masing-masing wilayah adat. Tidak bisa menyamaratakan seperti daerah lainnya.

Ada dua kelompok terkait Otsus di tengah masyarakat, menurut Mamberob, yaitu ada yang pro yang menganggap bahwa Otsus masih dibutuhkan, yang kontra, menganggap bahwa Otsus tidak berdampak kepada masyarakat. Perbedaan antara yang Pro dan Kontra terkait Otsus ini, tidak memicu konflik, karena masyarakat sangat membutuhkan kedamaian. Pembangunan dengan pendekatan keamanan harus dikurangi dan tidak ada kecurigaan-kecurigaan kepada Orang Papu. Demikian juga, tensi kekerasan di Papua harus dikurangin.

Ali Mochtar Ngabalin, menyampaian apresiasi dan rasa senangnya kalau Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia bisa memfasilitasi diskusi. Lanjutnya, paling tidak dalam pertemuan ini, harus ada semacam rekomendasi, sebagai tanggung jawab masyarakat kepada publik untuk menyampaikan dan mengingatkan pemerintah.

Sebagai anak Papua, lanjut Ngabalin, punya tanggung jawab yang tidak ringan. Oleh karena itu, materi-materi penting yang sudah disampaikan, bisa menjadi catatan-catatan khusus. Khusunya yang menyerap aspirasi dari masyarakat.

Otsus ini, menurut Ngabalin, sangat strategis dalam rangka memberikan pelayana dan akselerasi pembanguna dan pemberdayaan di tanah Papua. Pemberdayaan SDM di tanah Papua sangat penting. Untuk membangun SDM bagi anak-anak Papua, tidak bisa dengan yang lain, harus melalui Pendidikan. Pendidikan menjadi hal yang penting dalam rangka Otsus.

Penekanan Presiden dari lima program penting untuk pembangunan Papua diprioritaskan pada Pendidikan, ungkap Ngabalin.  Selain pendidikan, prioritas utamnya adalah Kesehatan, Infrastruktur, Ekonomi dan Kerakyatan yang dikaitankan pada afirmasi UUD 1945. Pintu untuk memberdayakan dan mengkat harkat matabat suatu komunitas adalah melalui pendidikan.

Ngabalin mengutarakan, bahwa UU Otsus, prinsipnya memberikan perlindungan atau melindungi terhadap pasal-pasal yang penting dalam rangka mengangkat hak-hak kesulungan orang Papua dalam NKRI. Apapun yang dilakuka orang Papua, tidak ada lagi kecurigaan dan tidak ada lagi potensi perlawan terhadap NKRI.

Tanggapan dari Herry Saragih selaku Sekjend Senkrisindo, dana yang digelontorkan untuk wilayah Papua, tahun 2015-2021 sebesar 22,46 Triliun, sementara untuk Papua Barat alokasi dana sebesar 6,86 Triliun. Muncul pertanyaan, seperti apa implementasi dana tersebut dan ke wilayah mana saja dana tersebut disebarkan? Lalu apa dampak atau hasil dana Otsu yang sudah diturunkan? Perlu ada evaluasi dan pengawasan terhadap penggelontoran dana tersebut.

Lanjut Herry Saragih, Bagaimana menyiasati sinode-sinode yang ada di Papua, karena hampir seluruh sinode menolak untuk Otsus? Mengapa sampai terjadi penolakan terhadap Otsus oleh gereja, apakah karena wilayahnya dipilih-pilih untuk digelontorkan dana, sehingga tidak merata? Mengapa Papua menjadi wilayah termiskin, padahala dana Otsus selama 20 tahun ini bisa mencapai ratusan Triliun? Dengan demikian, perlu ada audit dari pemerintah pusat agar ada keseimbangan terhadap yang menolak Otsus. Pihak yang menolak Otsus hak-haknya dibela. Dana yang digelontorkan sangat besar, namun tidak terlalu terasa hasilnya.

Penanggap kedua Dwi Urip Premono, selaku Direktur Pusat Kajian dan Pelatihan Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya. Pada tahun 2015, Dwi dan tim, memulai sebuah penelitian di wilayah Papua Barat dan menghasilkan 1 buku yang cukup komprehensif untuk menggambarkan kehidupan sosial dan budaya di 13 Kabupaten dan Kota di Provinsi Papua Barat.

Terkait tema, Dwi menyampaikan bahwa tema Kesejahteraan Papua dalam rangka Otsus, mungkin harapannya yang menjadi subjek atau pokok pikirannya, bukan Otsus, tetapi kesejahteraan Papua. Jadi mungkin maksudnya adalah kesejahteraan Papua dalam kerangka Otsus. Kalau mau ditambahkan lagi sebetulnya sesuai semangat dari Otsus, bukan melulu kesejahteraan Papua saja, tetapi ada aspek suasana damai. Kalau mau ditambahkan, judulnya Kesejahteraan dan kedamaian Papua dalam kerangka Otsus.

Dwi menggambarkan dalam satu skema dengan dua kata kunci sesuai dengan tema. Di satu sisi ada Otsus dan di sisi lainnya ada Kesejahteraan Papua. Skala kontinum itu, idealnya bergerak kearah kesejahteraan Papua yang ada di sebelah kanan. Di bagian Otsusnya, aspek yang terjadi pada umumnya adalah aspek yang terkait sejarah, politik, landasan hukum, keamana, keadilan, HAM dan alokasi anggaran.

Di sisi lain, kata Dwi, sasaran Otsus adalah kesejahteraan Papua. Beberapa faktor yang bisa dibahas secara mikro atau secara detail. Ada faktor kepemimpinan, faktor rentang kendali, ada manajemen keuangan, kualitas pelayanan publik, kualitas pembangunan fisik, kualitas sumber daya manusia, suasana damai, dan kesejahteraan yang termasuk didalamnya pendidikan dan kesehatan, pekerjaan dan penghasilan.

Hal-hal ini menjadi pertimbangan ketika dua pihak yang pro dan kontra secara subyektif untuk memberikan responsnya. Tidak hanya pada dua kelompok yang pro dan kontra saja, tetapi ada satu pihak yang menghendaki untuk di evaluasi secara sistematis dan komprehensif, uangkap Dwi.

Kesejahteraan Papua dimulai dari faktor kepemimpinan, terang Dwi. Kepemimpina di daerah sudah mampu membawa dan mewujudkan spirit Otsus ini sesuai dengan tujuannya. Faktor Kepeminan sangat esensial, terutama di masayarakat yang sifatnya komunal atau kebersamaan. Faktor kepemimpinan di daerah Asia, menjadi sentral karena bisa menjadi good father, kemana masayaratnya akan di bawa. Perlu ada konsep kepemimpina yang kuat, bahkan yang sangat kuat hingga cenderung keras, namun yang berpihak pada masyarakatnya.

Dwi menyodorkan pertanyaan, apakah sistem pemilihan yang ada sekarang di Provinsi Papua dan Papua Barat sudah bisa menghasilkan pemimpin yang ideal? Ini menjadi wacana yang agak berbeda, jika dibandingan dalam pembahasan-pembahasan terkait Papua.

Terkait Otsus, menurut Dwi, harus ada langka konkret yang bisa diimplementasikan. Apakah pemimpin disana sudah mempunyai kemapuan untuk menguasai dan mengendalikan seluruh wilayah di daerah Papua? Ini menjadi hal penting untuk didiskusikan, tutupnya.

Oleh: Ashiong P. Munthe, Litbang Pengurus Pusat PEWARNA Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

PERKUMPULAN WARTAWAN NASRANI INDONESIAAlamat
LOKASI KAMIDi mana menemukan kami
https://pewarna-id.com/wp-content/uploads/2019/04/img-footer-map.png
VISITORPengunjung




BERLANGGANANSosial Media Perkumpulan Wartawan Nasrani Indonesia
AVANTAGEHeadquarters
Organically grow the holistic world view of disruptive innovation via empowerment.
OUR LOCATIONSWhere to find us
https://pewarna-id.com/wp-content/uploads/2019/04/img-footer-map.png
GET IN TOUCHAvantage Social links
Taking seamless key performance indicators offline to maximise the long tail.

Copyright by Pewarna Indonesia. All rights reserved.

Copyright by Pewarna Indonesia. All rights reserved.