Pewarna-id.com, Jakarta – Bertempat di hotel Redtop Jakarta 27 Maret 2025, buku yang disunting oleh Dwi Urip Premono, Wolas Krenak, dan Yusuf Mujiono ini mengupas perjalanan kepemimpinan Ali Baham Temongmere (ABT). Buku ini menyoroti bagaimana kesuksesan kepemimpinan ABT tidak terlepas dari latar belakang sejarah keluarganya. Kakeknya pernah dilaporkan oleh Ratu Belanda sebagai pemimpin perlawanan terhadap kolonialisme, sementara ayahnya, Ahmad Temongmere, merupakan pejuang Trikora dalam pembebasan Irian Barat.
Dalam sambutannya, Ali Baham Temongmere mengungkapkan bahwa ia tidak mengetahui isi buku tersebut secara detail, karena para penulislah yang melakukan riset dan menelusuri jejak hidupnya.
“Dalam sebuah acara Kemendagri, saya disebut sebagai ‘mutiara terpendam’, tetapi karena saya bukan berasal dari laut, saya lebih cocok disebut ‘Cahaya Fajar dari Balik Gunung Mbaham’. Dari situlah judul buku ini lahir,” ujar Sekda Provinsi Papua Barat itu.
Buku ini menyoroti bahwa dalam setiap kesuksesan kepemimpinan, selalu ada banyak pihak yang berperan di baliknya. Ali Baham menambahkan bahwa Mbaham adalah simbol kebersamaan bagi masyarakat Fakfak, sehingga buku ini dapat disebut sebagai The Talk Story Ali Baham.
Kepala Badan Pengkajian Strategis Kemendagri, Yusharto Huntoyungo, yang juga sahabat lama Ali Baham, turut membuka acara peluncuran dan bedah buku.
“Kemendagri memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada kader pamong praja yang menulis literasi kepemimpinan. Buku ini akan menjadi referensi berharga bagi generasi mendatang,” ungkapnya.
Yusharto juga berbagi kisah persahabatannya dengan Ali Baham yang telah terjalin sejak 1989. “Kami sahabat karib sejak lama, bahkan saking akrabnya, kami pernah bertukar jam tangan,” katanya sambil tersenyum.
Dr. Marlina Flassy menjelaskan bahwa buku setebal 290 halaman ini dibagi menjadi tiga bagian: pendapat para tokoh tentang ABT, kisah perjalanan hidupnya, dan pemikirannya mengenai Papua serta tantangannya.
“Pak ABT adalah cahaya yang menerangi Papua. Kepemimpinannya dibentuk oleh sejarah keluarganya yang memang sudah melahirkan pemimpin. Selain itu, beliau adalah pekerja keras, disiplin, dan selalu berprestasi sejak sekolah,” ujarnya.
Marlina menegaskan bahwa pesan utama dalam buku ini adalah bahwa membangun Papua harus dilakukan dengan hati, memperhatikan budaya, alam, dan sumber daya yang dimiliki.
Sementara itu, Wolas Krenak mengungkapkan bahwa dalam menulis buku ini, ia menghubungi berbagai narasumber yang pernah bekerja sama atau memiliki pengalaman berkesan dengan ABT.
“Pak ABT selalu menekankan pentingnya persaudaraan yang kuat. Ini menjadi contoh kepemimpinan yang dapat diteladani oleh generasi muda,” tutur Wolas.
Ia juga mengusulkan agar buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris agar dunia mengetahui bagaimana kepemimpinan ABT dibangun dari bawah.
Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh dari Papua dan Jakarta, termasuk Bernhard E. Rondonuwu dari Kemendagri, Amin dari DPRD Papua Barat, Jafar Ngabalin, Fajar Arif, serta pejabat lainnya.
Di sela acara, menjelang waktu berbuka puasa, peserta juga mengikuti tausiah singkat sebelum berbuka bersama, menambah kehangatan dalam suasana diskusi yang penuh inspirasi.
Dengan adanya buku “Cahaya Fajar dari Balik Gunung Mbaham”, diharapkan semakin banyak pemimpin muda yang dapat meneladani semangat pengabdian dan kepemimpinan Ali Baham Temongmere untuk membangun Papua dan Indonesia dengan hati. (sudutpandangnews)